Politik modern semakin bergantung pada teknologi. Kini, kecerdasan buatan (AI) mulai digunakan dalam kampanye politik untuk memengaruhi opini publik.
AI mampu menganalisis jutaan data media sosial guna memahami kecenderungan pemilih. Dari sana, kampanye bisa disesuaikan dengan target audiens tertentu.
Chatbot politik bahkan digunakan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat, menjawab pertanyaan, hingga menyebarkan propaganda halus.
Namun, ada sisi gelapnya. AI bisa digunakan untuk membuat deepfake, menyebarkan hoaks, dan memperburuk polarisasi politik.
Beberapa negara sudah mengusulkan aturan ketat tentang penggunaan AI dalam kampanye, tetapi sulit diterapkan secara global.
Kesimpulannya, AI adalah pedang bermata dua dalam politik. Ia bisa memperkuat demokrasi lewat partisipasi digital, tetapi juga bisa menghancurkannya jika disalahgunakan.